Hai, apa kabarmu? Seminggu terakhir, banyak sekali perubahan mendasar yang mungkin kamu alami juga terkait respons bersama kita menghadapi pandemi Covid-19.
Bagaimana perasaanmu mendapati perubahan itu? Spontan, utamanya setelah DKI Jakarta mengakhiri PSBB ke-3, 4 Juni 2020 lalu dan melanjutkan dengan PSBB transisi sepanjang Juni untuk menuju normal baru, saya lega. Pekerja kantoran saat menunggu kendaraan umum di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengizinkan perkantoran kembali beroperasi sejak hari ini, namun dengan penerapan protokol kesehatan.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
Penularan masih tinggi
Upaya bersama semua pihak untuk memenangkan Jakarta mulai menunjukkan hasil baiknya. Belum paripurna memang kemenangan itu karena ancaman penularan Covid-19 masih tinggi.
Sabtu, 6 Juni 2020 lalu misalnya, jumlah penambahan harian pasien positif Covid-19 menembus rekor baru dengan total penambahan nasional mencapai 993 pasien.
Dengan rata-rata 14 hari masa pengujian sampai mendapatkan hasil, bisa diduga, lonjakan tinggi 6 Juni 2020 terjadi karena momentum Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah yang jatuh pada 24-25 Mei 2020.
DKI Jakarta juga mengalami peningkatan jumlah positif pasien Covid-19. Pada 6 Juni 2020, didapati 125 jumlah pasien positif. Hari berikutnya jumlahnya naik lagi menjadi 172 pasien positif.
Akibat pelonggaran yang dilakukan di sejumlah aspek kehidupan di masa PSBB transisi ini memang belum terlihat langsung. Tidak seperti mengunyah cabai yang langsung terasa pedasnya.
Seperti kasus selama Idul Fitri yang baru terkumpul datanya 14 hari kemudian, demikian juga kasus PSBB transisi ini. Keramaian dan aktivitas yang berangsur normal akan kita ketahui dampaknya kira-kira minggu depan.
Harapan kita semua tentu saja, pelonggaran yang diberikan untuk sejumlah aktivitas ini membuat kita justru makin disiplin dengan protokol Covid-19. Pujian atau hukuman atas perilaku disiplin kita akan kita lihat hari-hari di pekan mendatang. Pekerja kantoran saat keluar dari Stasiun Sudirman di Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengizinkan perkantoran kembali beroperasi sejak hari ini, namun dengan penerapan protokol kesehatan.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
Semoga upaya-upaya baik kita membawa hasil baik juga. Kenapa ini jadi semacam doa? Ya, karena mengandaikan disiplin diterapkan secara sadar dan ditegakkan di tempat-tempat umum untuk para pelanggar ternyata tidak terjadi juga.
Masih banyak yang sembrono tanpa mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Pedoman jarak aman minimal satu meter kerap diabaikan. Ini yang kasat mata dan saya jumpai ketika Minggu pagi lalu bersepeda untuk berolah raga sedikit jauh dari rumah.
Kepada mereka yang tidak disiplin dan terjumpai, saya ingatkan. Menggembirakan, yang diingatkan lalu mematuhi protokol Covid-19.
Namun, beberapa seperti tidak terima saat diingatkan tentang protokol kesehatan. Kepada mereka, saya mendoakan agar mereka tetap sehat dan tidak menjadi sumber celaka bagi kesehatan orang lain. Kabar dari Surabaya
Selain PSBB di Jakarta yang dilonggarkan untuk sejumlah aktivitas terkait ekonomi yang juga penting, pekan lalu kita mendapat kabar dari Surabaya yang mencuri perhatian kita juga.
Pertama, terkait Covid-19, di Surabaya, makin banyak ditemukan pasien Covid-19. Kabar buruk sekaligus kabar baik sebenarnya. Kabar buruknya bahwa penyebaran masif masih terjadi. Kabar baiknya, upaya tracing bisa dilakukan untuk memutus rantai penyebaran makin meluas.
Karena peningkatan jumlah pasien positif Covid-19 di Surabaya yang menyumbang jumlah terbesar angka di Jawa Timur dan angka Nasional, Presiden Joko Widodo sampai menaruh perhatian khusus untuk provinsi ini.
Terkait status ini, muncul polemik antara Provinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya. Jawa Timur menandai Suarabaya sebagai zona hitam. Surabaya tidak terima dengan tanda atau label itu.
Ketegangan dan kurang harmonisnya hubungan antara dua kepala daerah yaitu Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menambah polemik ini. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat menggelar prosesi potong tumpeng yang dilakukan bersama jajarannya untuk merayakan Hari Jadi Kota Surabaya ke-727 yang jatuh pada setiap tanggal 31 Mei di Balai Kota Surabaya, Minggu (31/5/2020).(Dok. Pemkot Surabaya)
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Don Monardo sampai turun tangan ke Jawa Timur dan Surabaya. Doni memuji langkah-langkah Surabaya yang gencar melakukan rapid test untuk mendapatkan pasien positif Covid-19. Tanda zona kemudian diperbaiki tidak lagi hitam tetapi merah tua.
Kedua, bersamaan dengan polemik di pusatnya Jawa Timur, Tri Rismaharini pamit dari Surabaya yang dicintai dan dikelolanya. Setelah dua periode memimpin Surabaya dengan sejumlah prestasinya, Risma tidak bisa lagi mencalonkan diri setelah masa jabatannya berakhir awal 2021.
Warga Surabaya dan kita yang pernah ke Surabaya setidaknya lima tahun terkahir pasti kehilangan. Namun, jejak dua periode Risma di jalan-jalan yang tertata rapi dan teduh membuat rasa kehilangan itu berkurang. Tentu saja, jika upaya penataan kota yang baik tersebut dilanjutkan. Blokir internet di Papua
Selain Jakarta dan Surabaya, pekan lalu, langkah pemerintah pusat memblokir internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Saat membacakan putusan, 3 Juni 2020, Hakim Ketua Nelcy Christin menyatakan, tindakan pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia dan Menteri Komunikasi dan Informatika adalah perbuatan melanggar hukum. Tangkapan layar Memperingati Hari Lahir Pancasila(DOK/TVRI)
Terkait lanjutan berita ini, ada ketidakcermatan yang dilakukan kompas.com lantaran keliru saat membaca petitum gugatan dalam situs PTUN Jakarta, dan bukan putusan pengadilan.
Ketidakcermatan yang menimbulkan kerugian itu lantas diperbaiki. Kami meminta maaf atas kekeliruan itu seperti diatur dalam pasal 10 kode etik jurnalistik. Ini menjadi catatan penting bagi perbaikan kami untuk menghadirkan berita terpercaya. Kasus George Floyd di AS
Dari luar negeri, pekan lalu dan berlanjut sampai hari-hari ini, kita menyaksikan unjuk rasa yang meluas di Amerika Serikat usai kematian warga Afrika-Amerika George Floyd di lutut Derek Chauvin, polisi berkulit putih di Minneapolis yang menangkapnya pada 25 Juni 2020.
Kematian tidak wajar ini kemudian meluaskan unjuk rasa anti-rasialisme di Amerika Serikat dan sejumlah negara lain.
Sepanjang pekan lalu, terkait kasus ini, terselip kisah warga Indonesia yang dikenali dari tato di lengannya dan membuat banyak di antara kita malu lantaran penjarahan yang dilakukannya.
Kembali ke upaya bersama kita menghentikan penyebaran Covid-19, pekan lalu, 5 Juni 2020, WHO akhirnya mengeluarkan seruannya terkait penggunaan masker bagi semua orang. Ilustrasi olahraga mengenakan masker(shutterstock)
Agak telat sebenarnya, tapi tidak mengapa juga. Kita semua sudah gencar menyerukannya jauh-jauh hari sebelumnya.
Memakai masker dan menjaga jarak minimal satu meter mengurangi resiko penularan virus sampai 85 persen. Kesimpulan ini didasarkan pada peninjauan yang cermat terhadap semua bukti yang ada dan konsultasi dengan pakar.
Karena bukti yang disiarkan WHO itu, pelonggaran PSBB di sejumlah tempat untuk aktivitas ekonomi yang mendesak harus didukung dengan pengetatan protokol kesehatan. Selain kerap mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun adalah memakai masker dan menjaga jarak aman di mana pun berada.
Memilih masker dan memakai masker juga tidak bisa sembarangan. Ada ketentuan dan aturannya. Usahakan masker kain tiga lapis dan cara memakainya benar untuk menutup hidung dan mulut kita secara rapat.
Masker tidak menyelesaikan masalah, apalagi pakainya salah. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.