Hai, apa kabarmu? Semoga kabarmu sehat selalu dan diberikan karunia yang cukup untuk menjaga kesehatan itu.
Kemarau sudah mulai terasa di akhir Juli ini meskipun sesekali masih turun hujan di beberapa wilayah dengan intensitas ringan.
Di Jakarta dan pinggirannya, seperti tempat saya tinggal, selain hujan ringan yang beberapa kali masih turun, suhu udara menjelang pagi juga terasa lebih dingin.
Udara dingin di pagi hari itu lebih terasa ketika saya melaju dengan sepeda untuk berolahraga seperlunya di sekitar rumah yang relatif masih sepi. Sepoi-sepoi angin yang menampar-nampar pipi ketika mengayuh sepeda terasa lebih dingin.
Karena udara pagi yang lebih dingin ini, keringat tidak banyak keluar saat kelar bersepeda sekitar pukul 07.00. Pukul 07.00 saya jadikan acuan selesai bersepeda untuk menghindari bertemu kerumunan.
Selesai bersepeda, tidak ada alasan juga untuk mampir atau berinteraksi karena belum ada kedai kopi yang buka.
Setelah sekitar satu jam bersepeda, tanpa berinteraksi dengan siapa pun, saya langsung kembali ke rumah untuk melanjutkan kegiatan harian lainnya. Embun es di kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (26/7/2020) pagi.(KOMPAS.COM/DOK DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN BANJARNEGARA)
Bagaimana hawa pagi di sekitar tempat tinggal kalian? Kemarau yang sudah mulai memuncak membuat hawa saat tengah malam dan menjelang pagi lebih dingin di beberapa wilayah. BMKG menjelaskan fenomena ini.
Suhu politik nasional
Soal suhu udara, saya mau beralih ke suhu politik.
Hari ini, tepat sebulan kita menyaksikan suhu politik yang panas, khususnya di Istana Negara. Seperti kamu ingat, pada 28 Juni 2020, publik diberitahu soal marah dan jengkelnya Presiden Joko Widodo kepada para pembantunya.
Pemberitahuan itu dilakukan Sekretariat Kabinet melalui akun youtube yang mereka kelola. Mereka melepas pidato singkat berisi kemarahan dan kejengkelan Presiden Jokowi saat rapat kabinet paripurna di Istana Negara, 18 Juni 2020. Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/6/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/wsj.(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Ada jeda 10 hari untuk mengunggah video kemarahan dan kejengkelan Presiden Jokowi. Sekretariat Kabinet semula merasa kemarahan dan kejengkelan itu adalah urusan internal.
Namun, karena rakyat perlu tahu kemarahan dan kejengkelan Presiden Jokowi, video itu dipertontonkan ke publik dan tentu saja menjadi viral.
Panas dingin suhu politik setelah video itu viral. Semua media membahas apa langkah luar biasa atau extraordinary yang dijanjikan Presiden Jokowi setelah marah dan jengkel.
Di awal setelah video itu diunggah, ekspektasi publik begitu tinggi. Untuk menghindari kecewa karena ekspektasi terlalu tinggi, publik kemudian tidak mengharapkan apa-apa alias tidak peduli.
Kecerdasan publik mengelola ekspektasi kepada negara kemudian terbukti. Sebulan setelah marah dan jengkel dipertontongkan, tidak terlihat langkah luar biasa seperti dijanjikan.
Memang, tepat setelah sebulan kemarahan dan kejengkelan itu disampaikan, Presiden Jokowi membubarkan 18 lembaga, badan dan komite pada 20 Juli 2020. Ini salah satu langkah "luar biasa" yang dijanjikan Presiden Jokowi dalam bentuk ancaman kepada para pembantunya.
Di luar pembubaran lembaga itu, Presiden Jokowi juga mengancam akan merombak kabinet. Secara rinci dengan contoh yang gamblang di kemukakannya, beberapa kementerian yang lambat kerjanya sehingga menjengkelkan disebut.
Namun, lebih dari sebulan setelah kemarahan itu disampaikan, tanda-tanda akan diambilnya langkah "luar biasa" ini tidak terlihat.
Mulai munculnya ketidakpedulian mungkin mengaburkan ketajaman kita melihat langkah-langkah "luar biasa" yang mungkin dilakukan. Artinya, kita yang mulai tidak peduli masih menantikan kejutan dari Istana.
Suhu panas di Istana Negara bulan lalu kini sedikit mereda. Sejumlah menteri yang semula terlihat "mules" di Istana kini bisa mulai tertawa.
Meskipun kita kerap tidak peduli, semoga ini bukan puncak langkah "luar biasa" yang dijanjikan tentu saja.
Tidak sepadan kemarahan dan kejengkelan Presiden Jokowi yang diumbar ke publik dengan menerbitkan PP No 82 tentang Komite Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) berbincang dengan Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo (kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kiri) dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/7/2020). Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang di dalamnya mengatur pembentukan tim penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/wsj.(ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Kita coba pahami hal-hal yang mungkin memberatkan langkah Presiden Jokowi sambil berharap ada langkah "luar biasa" lain di tengah situasi yang tidak normal ini.
Kita berharap saja. Harapan juga jangan terlalu tinggi agar tidak terlalu kecewa nantinya. Kecewa bisa menggangu kesehatan juga.
Rakyat yang marah dan kecewa
Ngomong-ngomong soal kecewa, minggu lalu ada berita yang sangat populer di kompas.com dan ikut menguras emosi para pembaca, termasuk saya.
Namanya Kasino. Usianya 50 tahun, pemilik sembilan kerbau yang sudah dipeliharanya sejak delapan tahun lalu. Menjelang Idul Adha, Kasino berniat menjual sembilan kerbau itu.
Karena sudah hidup bersama dan memelihara sekitar delapan tahun, bisa dibayangkan beratnya hati untuk melepas kerbau-kerbau peliharaan itu. Pemilik kerbau memeluk salah satu kerbau yang dicuri dan diambil dagingnya(Istimewa)
Hingga tiba saatnya, 23 Juli 2020 sekitar pukul 06.00, Kasino mendapati kandang kerbaunya kosong. Terakhir Kasiono menilik kandang dengan sembilan kerbaunya pukul 01.30.
Tak jauh dari kandang yang ada di kawasan industri Krakatau Steel, Cilegon, Banten, Kasino mendapati sembilan kerbaunya binasa. Empat kerbau sudah diambil dagingnya, lima kerbau lainnya tergeletak dengan leher besimbah darah.
Purwanti, isteri Kasino menangis histeris memeluk salah satu kerbau peliharaan yang sudah disembelih. Kasiono tidak kuasa menahan kecewa, marah dan pasti jengkel luar biasa mendapati pemandangan di depan matanya yang berkaca-kaca.
Pencuri menyembelih sembilan kerbau, mengambil daging empat kerbau dan meninggalkan lima kerbau karena pagi menjelang. Sebelum disembelih, kerbau-kerbau itu diduga dibius dengan alat tembak.
Kasino saat hendak tidur sekitar pukul 02.00 mendengar suara ledakan. Dia mengira ledakan itu suara petasan dan melanjutkan tidur. Pencuri dan pembantai kerbau beroperasi sekitar pukul 02.00 sampai menjelang subuh.
Hani Purnomo, anak Kasino dan Purwanti menjelaskan sudah melaporkan pencurian dengan pembantaian kerbau ini ke Polsek Cilegon. Kerugian materi yang ditanggung sekitar Rp 270 juta karena harga rata-rata satu ekor kerbau Rp 30 juta.
Untuk lima kerbau yang sudah disembelih dan ditinggalkan pencuri dan pembantai, pembeli sudah didapat. Kerugian material berkurang karenanya.
Untuk kejahatan ini, polisi tengah mendalami kasus. Seperti biasa, polisi berjanji akan mengungkap hasil temuannya. Kepada Kasino, Purwanti dan Hani, saya ikut bersimpati atas kecewa yang tak tergambarkan.
Berita lain yang populer juga di kompas.com pekan lalu adalah rayap yang melahap jutaan rupiah uang kertas pecahan Rp 100.000. Uang Dimakan Rayap milik Sunardi Warga Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk, Gunungkidul(Dokumentasi Keluarga)
Kabar ini menjadi kabar gembira bagi mereka yang bergerak di bidang fintech. Peluang untuk mengembangkan fintech di Indonesia sangat besar saat mendapati kisah rayap yang melahap uang-uang kertas ini.
Pemilik uang kertas pecahan Rp 100.000 sebanyak 40 lembar itu adalah Sumadi (61), petani yang tinggal di Kelurahan Putut, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Sumadi tampaknya tidak mengenal bank, atau tidak percaya bank, atau terlalu jauh aksesnya ke bank sehingga selalu menyimpan uangnya secara tradisional di tempat tersembunyi.
Uang yang habis dimakan rayap ini disimpan di dalam plastik hitam di rumah yang tidak lagi ditinggalinya. Hanya Sumadi yang tahu di mana uang itu disimpan.
Karena hendak menggunakan uang untuk memperbaiki rumah, Sumadi mengambil mengambil simpanannya dan mendapati rayap telah berpesta di lembar-lembar uang miliknya.
Sumadi kecewa. Anaknya yang lebih paham soal bagaimana memperlakukan uang simpanan menghiburnya.
Langkah pertama adalah mengontak Bank Indonesia di DI Yogyakarta untuk peluang menukarkan uang. Belum ada jawaban, meskipun peluangnya ada.
Oya, sementara pelonggaran berbagai aktivitas ekonomi dilakukan, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Hari-hari ini, kita akan mendapati angkanya mencapai 100.000 pasien.
Sebagai rakyat, seperti juga Presiden Jokowi kepada para menterinya, kita pantas kecewa mendapati hal ini.
Namun, sebelum kecewa itu berdampak buruk pada kesehatan mental kita, mari kita cek bagaimana kita ikut berkontribusi.
Saat pelonggaran aktivitas ekonomi, disiplin akan protokol kesehatan harus diperketat dengan selalu memekai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Tiga hal itu adalah tiga hal minimal yang secara pribadi bisa kita lakukan. Untuk langkah maksimal, negara tengah mengupayakannya dengan sumber daya yang dimilikinya.
Kecewa atau tidak dengan hasil dari semua ini, kita bebas memberikan penilaian sambil berkaca upaya-upaya baik apa yang secara pribadi telah kita lakukan.
Panjang umur upaya-upaya baik. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.