Hai, apa kabar? Semoga kabarmu baik dan tetap baik meskipun mendapati banyak realita yang bertentangan dengan yang seharusnya.
Lewat realita yang kita jumpai, kita makin yakin bahwa dalam menghadapi situasi-situasi tertentu, negara, otoritas, kepala daerah, aparat penegak hukum tidak berdaya.
Apa yang dipidatokan, apa yang dinyatakan lewat tindakan yang dipublikasikan, apa yang ditegaskan lewat penegakan aturan tidak dijalankan saat berhadapan dengan sejumlah kepentingan atau kekuasaan.
Selain pembiaran, kita juga menyaksikan bahwa aturan, penegakan atas aturan dilakukan secara tidak adil.
Antarlevel penegak hukum atau level kekuasaan bersikap berbeda dan terlihat bertentangan. Ada yang melarang tetapi tidak memberi tindakan. Ada yang melarang tetapi memfasilitasi pelanggaran. Sebuah pertunjukan kekuasaan yang melelahkan dan menguras emosi bagi warga kebanyakan.
Karena itu, mendapati realita ini, semoga kabarmu tetap baik. Beberapa teman saya tetap baik kabarnya lantaran sudah cukup lama tidak meletakkan harapan kepada negara dan aparatnya yang ada di mana-mana.
Tips tetap baik-baik saja ketika mendapati realita yang tidak sesuai dengan yang seharusnya memang tidak meletakkan harapan di sana.
Lebih dari 10 tahun lalu, mural di sisi timur Pasar Beringharjo Yogyakarta sudah "menubuatkan" sikap yang tepat ketika mendapati realita yang berulang ini, "Teruslah Bekerja, Jangan Berharap pada Negara." Mural menghiasi tembok tua di sisi timur Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Mural ini berisi ajakan kepara rakyat untuk terus bekerja di tengah kondisi negara yang tidak bisa diharapkan. Difoto tahun 2010, tembok tempat mural ini sudah dirobohkan.(Kompas/Wisnu Nugroho)
Situasi yang gawat sebenarnya. Tingkat kepercayaan kepada negara, otoritas, dan aparatnya terus turun karena digerogoti dan dibiarkan digerogoti oleh mereka sendiri.
Apa akibatnya jika tingkat kepercayaan kepada negara dan otoritas merosot? Tidak akan ada organisasi. Rakyat akan berjalan sendiri-sendiri. Jika tak segera dikelola dengan baik, hal-hal yang tak baik sebagai akibatnya bisa datang.
Kewer-kewer kalau bahasa para seniman dan teman-teman saya di Yogyakarta. Duo Libertaria, Marzuki Mohammad a.k.a Kill the DJ dan Balance.(Dokumentasi Libertaria)
Kita berharap, negara yang sebenarnya tidak terlalu kita harapkan menyadari hal ini sebelum semua tidak terkendali. Kalau ternyata negara tidak menyadari dan tidak mengambil tindakan atas hal ini, relakan saja. Toh, harapan tidak kita letakkan di sana.
Kita antisipasi dan berdoa agar hal-hal yang tak baik tidak akan terjadi. Hal-hal tidak biasa di luar ekspektasi kadang baik juga untuk memunculkan kesadaran.
Soal kesadaran, terkait situasi pandemi karena Covid-19 yang belum bisa kita atasi, para ahli dan peneliti mengungkapkan tujuh gejala yang baik kita ketahui dan kemudian sadari.
Pengetahuan dan kesadaran akan gejala ringan hingga sedang ini bisa jadi pijakan tindakan agar penanganan bisa dilakukan lebih awal sebelum sesuatu yang tak baik datang.
Berdasarkan data yang diperoleh, para periset menarik kesimpulan ada beragam tanda yang kemudian diklasifikasi dalam tujuh kelompok gejala Covid-19.
1. Gejala seperti flu, ditandai dengan demam, meriang, kelelahan dan batuk-batuk. 2. Gejala pilek, ditandai dengan hidung tersumbat atau meler, bersin-bersin, dan tenggrokan kering. 3. Sakit persendian dan otot. 4. Radang selaput mata dan selaput lendir. 5. Masalah pada paru-paru, ditandai dengan peradangan atau sulit bernapas. 6. Masalah saluran pencernaan, ditandai dengan diare, mual atau sakit kepala. 7. Hilangnya indera penciuman dan pengecapan serta gejala lainnya.
Jika kamu mendapati gejala-gejala ini pada diri sendiri atau orang-orang terdekat, kewaspadaan perlu ditingkatkan dengan pemeriksaan lanjutan demi mencegah kekacauan yang mungkin ditimbulkan. Tanaman monstera sebagai dekorasi ruang tamu karya Hey Cheese (www.home-designing.com)
Soal hal-hal yang tak baik yang tak kita kehendaki, ada yang menarik untuk dipraktikkan sementara kamu di rumah saja karena pandemi. Misalnya, menggunakan micin atau penyedap rasa makanan sebagai penyubur tanaman-tanaman. Terasa aneh, tapi sebagai sebuah eksperimen, boleh saja dicoba.
Sekaligus sebagai informasi, sejak awal November 2020 lalu, Kompas.com membuat kanal khusus tentang segala hal yang kamu bisa lakukan di rumah. Kanal itu kami sebut Homey.
Di rumah saja selama delapan bulan pandemi pasti tambah mengasyikkan jika kita bisa mengoptimalkan semua aktivitas yang bisa dilakukan di rumah dan dari rumah. Karena pandemi, rumah menjadi terlihat kekuatannya.
Oya, pekan lalu, kita juga disadarkan kembali tentang banyaknya kepalsuan di sekitar kita. Setelah berproduksi sekitar satu tahun, diungkap bahwa hasil produksi "madu banten" yang dibuat di Jakarta ternyata palsu.
Kepalsuan bukan karena diproduksi di Jakarta tetapi mengaku sebagai "madu banten" tetapi kandungan di dalamnya bukan madu dan dikerjakan di Kembangan, Jakarta Barat.
Tidak hanya palsu, kandungan dalam kemasan "madu banten" itu berbahaya bagi kesehatan. Di dalamnya terkandung molases, glukosa dan fruktosa yang diracik agar tampilanya menyerupai madu. Madu Banten palsu(KOMPAS.com/RASYID RIDHO)
Untuk mengelabuhi mata pembeli, pelepah pisang kering dipakai sebagai pembungkus botol agar tampilan meyakinkan dan terlihat bernuansa etnik.
Nuansa etnik ini memang khas Banten. Mereka memiliki komunitas adat dan warga anggota komunitas adat yang biasa menjual madu asli dari Banten.
Kabar mengembirakan tentunya karena produksi kepalsuan dalam wujud madu palsu yang membahayakan kesehatan pembeli yang luas ini dihentikan.
Bagi mata awam, amat susah membedakan madu palsu dan asli. Cara membedakan selama ini juga dianggap para pakar salah kaprah.
Untuk perkara madu, kita punya pakarnya. Lewat otoritas dan kepakarannya, kita bisa membedakan mana madu palsu mana madu asli serta tegas menyikapi.
Untuk perkara negara, kita sebenarnya tidak kurang pakar juga. Namun, tidak ada satu pun pakar yang punya otoritas untuk membedakan negarawan palsu atau negarawan asli.
Banyak pakar dan banyak aparatur negara yang difasilitasi negara dengan biaya mahal untuk mengayomi warga namun ketika dibutuhkan suaranya ternyata tak muncul-muncul. Ada madu palsu, ada pula aparatur negara palsu dan negarawan palsu.
Apa yang kita saksikan akhir-akhir ini menegaskan kepalsuan-kepalsuan ini. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.