Hai, apa kabarmu pekan ini? Desember menunjukkan jati dirinya dengan kerapnya hujan, juga di pagi hari.
Seperti pagi ini, saat saya menulis, gerimis turun menemani. Butir-butir air tipis yang turun dari langit bergoyang-goyang disapu angin.
Dari balik jendela, butiran air tipis yang turun tersapu angin seperti tarian. Angin seperti bersuka cita menyambut berkah dari langit untuk bumi tempat tinggal kita.
Suka cita ini mengingatkan saya akan kegembiraan para petani di tempat saya berasal, Klaten, Jawa Tengah. Hujan adalah harapan akan tumbuh dan berkembang baiknya bibit-bibit yang ditanam di sawah dan ladang.
Namun, hujan disikapi dengan perasaan berbeda untuk teman-teman saya yang tinggal di perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya.
Meskipun kerap terselip rasa gembira, hujan lebih kerap memunculkan rasa cemas. Ancaman banjir adalah penyebabnya.
Kamu yang tinggal di perkotaan dan pernah mengalami banjir, pasti memiliki kecemasan yang sama.
Hujan yang sama menghadirkan perasaan yang berbeda, bahkan bertentangan untuk orang atau kumpulan orang di tempat yang berbeda. Ada yang menyambut gembira, ada yang cemas. Ilustrasi waspada penyakit di musim hujan. Selain batuk, flu dan demam, juga perlu waspada pada penyakit seperti diare, demam tifoid atau tipes hingga leptospirosis yang disebabkan oleh kencing tikus.(SHUTTERSTOCK/Daria Photostock)
Itulah realita hidup kita. Peristiwa alam seperti hujan di bulan Desember yang sejatinya netral bisa memunculkan respons yang berbeda.
Ini baru soal respons atas peristiwa alam. Untuk respons akan peristiwa lainnya seperti peristiwa politik, perbedaan bisa hadir dan kerap berujung pada pertentangan tak habis-habis. Kita kerap mendapati pertentangan ini dari pemilu ke pemilu. Ilustrasi.(SHUTTERSTOCK)
Namun, soal peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini terkait dua menteri yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kita pasti punya respons yang sama. Setidaknya itu harapan saya karena tidak ada alasan untuk memberi respons secara berbeda.
Dua menteri yang dalam dua pemilu sebelumnya bertentangan karena ada di kubu yang berseberangan, kini disatukan di tahanan KPK.
Latihan untuk persatuan keduanya, persatuan antara "kampret" dan "cebong", sudah dilakukan selama setahun terakhir yaitu di kabinet.
KPK membuat persatuan keduanya makin erat. Persatuan erat keduanya di tahanan KPK membuat kita punya respons yang satu alias sama terkait kejahatan ini. Edhy Prabowo (kiri) dan Juliari P Batubara (kanan), dua menteri tersangka korupsi.(Kompas.com)
Oya, kalau kamu lupa atau tidak tahu atau tidak mau tahu, kedua menteri yang menyatukan respons kita akan peristiwa politik itu adalah Edhy Prabowo dan Juliari Batubara.
Satu Menteri Kelautan dan Perikanan. Satu Menteri Sosial. Satu Wakil Ketua Umum Partai Gerindra. Satu Wakil Bendahara Umum PDI-P.
Dalam kategori politik akar rumput sepuluh tahun terakhir, Edhy adalah kampret, Juliari adalah cebong. Setahun keduanya latihan bersatu di kabinet, kini keduanya bersatu di tahanan KPK.
Terima kasih untuk kerja-kerja gigih, diam dan hening para penyidik KPK. Situasi dan respons publik yang selama sepuluh tahun terakhir terbelah karena peristiwa politik, kini satu dan tunggal karena kerja-kerja dalam diam ini.
KPK mengembalikan harapan kita akan sikap kita yang satu menjelang Hari Antikorupsi Sedunia, 9 Desember.
Upaya politisi meletakkan pemilu yang membuat kita berseberangan dan korupsi diberi peluang di Hari Antikorupsi Sedunia direbut kembali oleh KPK.
Senang rasanya mendapati ini terjadi. Harapan kita pada negara dan aparatnya yang makin tiada dimunculkan kembali oleh KPK. Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari. Dalam operasi tangkap tangan itu KPK menetapkan lima tersangka yakni Menteri Sosial Juliari P Batubara, pejabat pembuat komitmen di Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono dan pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke serta mengamankan uang dengan jumlah Rp14,5 miliar. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Betul, ada ketidakpuasan kita pada KPK sebelum dua peristiwa ini. Pelemahan KPK karena revisi undang-undangnya ternyata tidak nyata jika berkaca pada dua peristiwa yang menjerat dua petinggi partai penguasa.
Namun, ketidakpuasan kita kepada KPK tetap perlu dijaga agar tetap tinggi juga tuntutan kita pada lembaga ini.
Oya, rasa senang lainnya juga muncul di awal minggu ini. Setelah nyaris satu tahun kita dilanda ketidakpastian karena pandemi, vaksin yang diupayakan untuk mengatasi Covid-19 telah diproduksi di China dan tiba di Indonesia.
Bertahap jumlahnya juga pemberian vaksinnya. Vaksin yang datang dan diangkut oleh pesawat Garuda Indonesia itu adalah vaksin Sinovac berjumlah 1,2 juta dosis. Beberapa bulan terakhir, vaksin ini menjalani uji klinis ketiga di Bandung Raya.
Meskipun senang dan ini perasaan yang baik juga untuk imunitas kita, persoalan belum selesai. Kasus aktif pasien Covid-19 terus bertambah dan rekor-rekor baru tercatat di Indonesia.
Tepat pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo di tengah rasa senang karena datangnya vaksin ini. Protokol kesehatan yang ketat dengan memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir tetap harus disiplin diterapkan. Vaksin Covid-19 Sinovac tiba di Indonesia pada Minggu (6/12/2020). Vaksin diterbangkan dari Beijing, Cina dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, sekitar pukul 21.30 WIB(Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden)
Sembilan bulan kita menerapkan protokol kesehatan ini semoga sudah menjadi kebiasaan yang ringan dilakukan tanpa merasa ada paksaan. Rasa senang kerena kabar datangnya vaksin semoga tidak membuat kita lengah apalagi kendor.
Sambil menetralkan rasa senang yang mungkin muncul karena kerja-kerja gigih, diam dan hening KPK serta datangnya vaksin, mari kita tengok apa saja yang sudah kita lalui dan kita lakukan satu tahun ini lantaran pandemi.
Akhir tahun adalah saat yang tepat untuk menengok sejenak perjalanan yang telah dilalui di masa lalu dengan sikap tetap hadir.
Kini dan di sini. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.