Hai, apa kabarmu? Akhir tahun yang kita bayangkan di awal pandemi ternyata ambyar. Semua rencana baik yang disiapkan untuk mengakhiri tahun ini ternyata tidak mewujud.
Kondisi dalam ketidakpastian yang panjang ini semoga tetap membuatmu baik-baik saja. Kecewa pasti ada. Namun, dengan seringnya kita kecewa dan berlatih menghadapinya, kecewa jadi hal yang biasa saja.
Atau untuk kamu yang sudah terlatih mencegah kecewa, menghadapi hal-hal yang untuk banyak orang menghadirkan kecewa pasti tidak lagi membuatmu kecewa. Bagaimana mencegah hadirnya kecewa? Meletakkan harapan pada tempat sewajarnya adalah jawabnya.
Jika akhirnya kecewa itu hadir juga, saya sepakat dengan Didi Kempoet dan juga Kill The DJ: dijogeti aja. Kekecewawaan perlu dirayakan sebagai bagian dari perayaan hidup yang penuh dengan ketidakpastian juga.
Oya, pekan lalu, banyak kepastian di tengah ketidakpastian yang kita hadapi. Kepastian pertama, setelah vaksin Sinovac datang di Tanah Air pada 6 Desember 2020 adalah vaksin akan diberikan gratis kepada seluruh rakyat Indonesia. Ilustrasi vaksin, vaksin virus corona, vaksin Covid-19(Shutterstock/Chinnapong) Tanpa syarat, tanpa kecuali vaksin akan diberikan. Presiden Joko Widodo menegaskan vaksin gratis ini melalui kanal Youtube Sekratriat Presiden, Rabu 16 Desember 2020.
Kepastian berikutnya, Presiden Jokowi akan menjadi penerima vaksin pertama bersama rakyat. Ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa vaksin efektif digunakan untuk menghentikan pandemi dikuti penerapan protokol kesehatan secara disiplin.
Untuk kerja besar dan panjang terkait vaksin ini, sepanjang tahun 2021 akan jadi waktunya. Sekitar 180 juta penduduk akan divaksin dua kali dengan selang waktu 14 hari.
Saat ini, kepastian kapan vaksinasi dimulai, pemerintah tengah menunggu persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Diperkirakan, persetujuan yang akan jadi payung hukum vaksinasi akan diberikan pada pekan ketiga Januari 2021.
Apa efek kepastian-kepastian ini? Untuk beberapa pihak, ini melegakan dan menjadi pijakan baru untuk meletakkan harapan. Namun, kerena kelegaan ini, sikap longgar terkait penerapan protokol kesehatan secara disiplin juga didapatkan.
Catatan harian tren kasus positif Covid-19 tidak surut, tidak landai, tetapi justru meningkat. Jumlah kasus aktif, mereka yang terpapar Covid-19 dan dirawat di rumah sakit mencapai 103.239 pasien per 20 Desember 2020. Jumlah kasus aktif itu setara 15,5 persen dari total kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Selama lebih dari sembilan bulan pandemi melanda Indonesia, sejak 2 Maret 2020 hingga 20 Desember 2020, terdapat 664.930 kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Kapasitas rumah sakit atau tempat penampungan mungkin masih memadai. Persoalan yang kerap muncul adalah tenaga medis yang menangani tidak memadai jumlahnya. Dalam kondisi tidak idael ini, Covid-19 bisa berakibat fatal.
Selama 19-20 Desember 2020, sebanyak 221 pasien Covid-19 meninggal dunia sehingga totalnya menjadi 19.880 orang. Duka mendalam untuk ratusan ribu orang yang kehilangan atas sebuah kepastian.
Terkait kehilangan yang diikuti dengan kepastian-kepastian, minggu ini akan dinyatakan kepastian-kepastian berikutnya oleh Presiden Jokowi. Edhy Prabowo (kiri) dan Juliari Batubara (kanan).(ANTARA FOTO/ RENO ESNIR/ GALIH PRADIPTA )
Setelah kabinet kehilangan dua menteri karena diduga mencuri uang negara dengan korupsi yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Julieri P Batubara, ancaman Presiden Jokowi soal perombakan kabinet akan dinyatakan.
Jika kamu lupa, ancaman perombakan atau reshuffle kabinet disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet di Istana Negara, 18 Juni 2020 dan dipublikasikan pada 28 Juni 2020.
Kejengkelan Presiden Jokowi dengan mandeknya kerja para pembantunya di kabinet nyata betul dalam pidato yang disiarkan untuk publik itu.
Sudah enam bulan berlalu setelah kejengkelan dan kemarahan yang tidak umum itu diketahui publik dan tidak terjadi apa-apa setelahnya.
Publik mungkin juga sudah lupa atau melupaakan drama karena terlatih tidak menaruh harapan pada negara.
Namun, kesempatan itu datang lagi untuk melakukan perombakan besar-besaran kali ini. Dua menteri ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga korupsi.
Jika kesempatan ini tidak diambil juga untuk menunjukkan kepastian-kepastian baru yang bisa dijadikan pijakan publik untuk meletakkan harapan, memang sungguh terlalu.
Harapan itu tidak melulu bisa ditunjukkan dengan mengisi kekosongan menteri yang ditahan KPK karena dugaan korupsi. Kita tahu, partai pendukung yang menterinya ditahan karena korupsi menagih ini dan membuat publik tertawa hahahihi.
Harapan besar akan membuncah misalnya jika sarang korupsi itu dibiarkan atau dibubarkan seperti pernah dilakukan Presiden ke-3 RI KH Aburrahman Wahid atau Gus Dur.
Namun, harapan besar macam ini tampaknya tidak akan dijadikan pilihan. Kekangan oligarki di sekitar kekuasaan dan keharusan bernegosiasi dengan banyaknya kepentingan membuat kekosongan jabatan dijadikan tempat pertukaran. Presiden Joko Widodo berbincang dengan seorang guru asal Padang, Rika Susi Waty, melalui panggilan video dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (11/9/2020). (YouTube Sekretariat Presiden)
Kapan ini akan dilakukan? Tidak ada yang bisa memastikan karena sepenuhnya hak prerogatif Presiden yang memegang jabatan.
Namun, Presiden Jokowi bukan tanpa pengalaman merombak kabinet ketika dibutuhkan. Dari pengalaman itu, kita bisa memperkirakan.
Di periode pertama 2014-2019, empat kali Presiden Jokowi merombak kabinetnya yaitu 12 Agustus 2015, 27 Juli 2016, 17 Januari 2018 dan 15 Agustus 2018.
Dua perombakan atau reshuffle pertama dilakukan karena alasan kinerja yang tidak memuaskan. Enam pos menteri dirombak pada 12 Agustus 2015 dan 14 pos menteri dirombak pada 27 Juli 2016.
Dua perombakan atau reshuffle kedua dilakukan karena alasan etis dan politis. Pada 17 Januari 2018, Mensos Khofifah Indar Parawansa maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur digantikan Idrus Marham yang kemudian terjerat korupsi.
Sementara pada 15 Agustus 2018, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Asman Abnur mundur karena Partai Amanat Nasional (PAN) tidak mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019 dan digantikan Syafruddin.
Dari empat pengalaman merombak kabinet ini, semua dilakukan Presiden Jokowi pada hari Rabu.
Dengan pola ini, hari Rabu tampaknya akan menjadi pilihan untuk hal-hal yang dianggap baik dan menentukan. Ada dua hari Rabu sebelum 2020 berakhir.
Oya, jika kamu masih ingat, Rabu pekan lalu, Presiden Jokowi tampil ke publik untuk menyatakan bahwa vaksin akan diberikan gratis untuk rakyat.
Kita tunggu dua Rabu ke depan.
Jika tidak ada juga yang memunculkan harapan, kita satukan langkah sehari kemudian. Aktivis mengikuti aksi kamisan ke-588 yang digelar oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang hingga kini belum ditangani.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
Bersama-sama Ibu Sumarsih, kita rawat keteguhan di tengah kekecewaan yang berkelanjutan dengan aksi Kamisan. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.