HAI, apa kabarmu? Semoga kabarmu baik.
Banyak peristiwa terjadi pekan lalu yang membuat kita berpikir tentang keadaan kita. Apakah baik? Apakah buruk? Apakah tidak pasti antara baik atau buruk? Apakah dalam ancaman ketidakbaikan atau keburukan?
Banyak hal terjadi di luar kendali kita sendiri membuat kita hidup dalam ketidakpastian. Soal kabar misalnya, menjadi tidak pasti.
Pekan lalu, misalnya. Kita dikejutkan dengan teror bom. Bom bunuh diri terjadi di gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) pukul 10.30 WITA.
Tidak sendiri, pelaku teror bom bunuh diri adalah pasangan suami isteri yang diidentifikasi sebagai L dan YSF.
Identifikasi keduanya dilakukan Tim Inafis Polrestabes Makassar dan Tim Labfor Mabes Polri. Seorang umat muslim meneteskan air mata ketika mengikuti doa bersama lintas agama saat peringatan setahun tragedi bom gereja Surabaya di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/5/2019). Pada peringatan tersebut digelar juga doa lintas agama yang dihadiri sejumlah pemuka agama.(ANTARA FOTO/ZABUR KARURU) Keduanya masih muda dan disebut polisi sebagai "milenial". L dan YSF berboncengan mengendarai sepeda motor dengan nomor polisi DD 5984 MD.
Identifikasi sebagai suami isteri didapat polisi dari keterangan Rizaldi. Rizaldi menikahkan L dan YSF pada September 2020.
Rizaldi ditangkap polisi pada Januari 2021. Rizaldi ditangkap bersama Zulfikar, menantunya yang tewas ditembak polisi.
Menurut keterangan polisi, Rizaldi bersama Zulfikar adalah anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang diidentifikasi terkait bom Jolo di Filipina, 2018.
Terkait pasangan suami isteri ini, polisi menyebut L dan YSF bertugas sebagai pemberi doktrin, mempersiapkan jihad dengan bom bunuh diri dan membeli bahan untuk bom bunuh diri. Anggota polisi mengamati motor yang digunakan terduga pelaku bom bunuh diri sebelum dievakuasi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (29/3/2021). Kepolisian telah mengidentifikasi salah satu dari dua terduga pelaku bom bunuh diri yang terjadi pada Minggu (28/3/2021) di depan Gereja Katedral Makassa rberjenis kelamin laki-laki berinisial L sedangkan lainnya masih dalam proses identifikasi. ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.(ANTARA FOTO/ARNAS PADDA)
Polisi mendapati bukti, L dan YSF kerap hadir dalam pengajian di Villa Mutiara, Cluster Biru, Makassar dan memberikan doktrin jihad sebelum mempersiapkan bom bunuh diri.
Bom bunuh diri dipersiapkan secara tepat terkait pemilihan waktu.
Pukul 10.30 saat bom bunuh diri itu meledak dan menewaskan L dan YSF adalah waktu peralihan jadwal misa Minggu Palma antara misa kedua dan ketiga.
Dalam tradisi Gereja Katolik, Minggu Palma adalah awal dari rangkaian Pekan Suci menuju Paskah yang akan jatuh pada 4 April 2021.
Pekan Suci terdiri dari Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Paskah.
Di semua rangkaian Pekan Suci itu, misa kedua biasanya dihadiri paling banyak umat karena tidak terlalu awal dan tidak terlalu larut. Karena pandemi, jumlah umat yang hadir dibatasi.
Untuk Minggu Palma di Gereja Katedral, misa kedua berakhir sekitar pukul 10.00 dan misa ketiga dimulai pukul 11.00.
Pada waktu peralihan saat umat keluar dan masuk gereja, bom bunuh diri direncanakan oleh pasangan L dan YSF.
Rencana jahat L dan YSF untuk meledakkan diri di area Gereja Katedral Makasaar saat peralihan waktu misa digagalkan petugas keamanan yang menaruh curiga. Polisi menggelar olah TKP di depan Gereja Katedral Makassar, Jalan Kajaolalido, Kecamatan Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, Senin (29/3/2021).() Gagal masuk gerbang gereja yang dijaga petugas, L dan YSF tertahan sejenak lalu meledak.L dan YSF tewas. Belasan korban termasuk petugas keamanan gereja mengalami luka-luka termasuk luka bakar.
Setelah bom bunuh diri itu, polisi menangkap empat orang yang ada dalam jaringan bom bunuh diri ini. Kempatnya diidentifikasi sebagai AS, SAS, MR dan Aa. Keempatnya adalah warga Bima, Nusa Tenggara Barat.
Libatkan keluarga
Sejak 2018, bom bunuh diri melibatkan keluarga atau anggota keluarga mulai muncul di Indonesia. Dalam serangannya ke obyek-obyek terpilih, umumnya keluarga ini menggunakan sepeda motor.
Teror bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya pada 13-14 Mei 2018 adalah awal kesadaran kita akan ancaman atas kemanusiaan ini. Ilustrasi(Shutterstock) Pada Minggu (13/5/2018) pagi, tiga bom bunuh diri meledak di tiga gereja di Surabaya saat ibadah sedang dilakukan.
Enam pelaku bom bunuh diri di tiga gereja itu tewas dan membawa korban 15 warga meninggal dunia. Sebanyak 57 orang mengalami luka berat hingga ringan.
Tidak cuma sporadis di tiga gereja, rencana serangan bom bunuh diri dilakukan di banyak tempat di Surabaya dan sekitarnya.
Pada Minggu (13/5/2018) malam, bom rakitan meledak di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo. Tiga perakit bom tewas setelah meledakkan diri.
Keesokan harinya, Senin (14/5/2018), bom bunuh diri meledak di pintu masuk Markas Polrestabes Surabaya dilakukan lima orang yang masih satu keluarga.
Empat pelaku bom bunuh diri menggunakan sepeda motor tewas meledak di gerbang masuk. Satu pelaku terpental tidak tewas. Empat polisi dan enam warga mengalami luka-luka akibat bom bunuh diri ini.
Sebelum bom bunuh diri yang meledak di dekat gerbang Gereja Katedral, Makassar, polisi mendapati bom bunuh diri saat operasi penangkapan terduga teroris Abu Hamzah di Sibolga, Sumatera Utara pada 13 Maret 2019.
Dalam pengepungan oleh Densus 88, istri dan dua anak Abu Hamzah meledakkan diri dengan bom dan tewas.
Pada 3 Juni 2019, teror dengan bom bunuh diri dilakukan di pos polisi lalu lintas pertigaan Kartasura, Sukoarjo, Jawa Tengah. Seorang pelaku didapati luka-luka.
Terakhir sebelum bom bunuh diri di gerbang Gereja Katedral Makassar, bom bunuh diri terjadi di Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara pada 13 November 2019. Satu pelaku tewas. Empat polisi dan dua warga luka-luka.
Kapan berakhir
Kita bertanya, kapan kejahatan terhadap kemanusiaan mengatasnamakan agama ini akan berakhir?
Jawaban atas pertanyaan ini tidak tertemukan. Sebaliknya, temuan-temuan polisi menguatkan masih tingginya ancaman bagi keselamatan jiwa dan kemanusiaan. Petugas Kepolisian menggeledah salah satu tempat tinggal terduga teroris di kawasan Condet, Jakarta, Senin (29/3/2021). Selain melakukan penggerebekan di wilayah Condet, polisi juga menggerebek terduga teroris di sebuah bengkel di daerah Kabupaten Bekasi . ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.(MUHAMMAD ADIMAJA) Senin (29/3/2021), polisi menjelaskan temuan 5 bom rakitan yang disita dan kemudian diledakkan di Bekasi, Jawa Barat dan di Condet, Jakarta Timur.
Menurut keterangan polisi, 5 bom rakitan seberat 3,5 kilogram dalam lima toples itu setara dengan 70 bom pipa yang kerap dipakai untuk serangan individual seperti bom bunuh diri.
Berbahan TATP (Triaceton Triperoxide) yang mudah terbakar, bom ini masuk kategori high explosive.
Temuan ini didapat saat polisi menangkap empat terduga teroris yaitu HH yang ditangkap di Condet dan ZA, BS dan AJ yang ditangkap di Bekasi.
HH (56) diidentifikasi sebagai pengatur taktik dan teknik bersama ZA (37). HH juga diidentifikasi sebagai pemberi dana dan penyedia toturial perakitan bom. Sementara BS dan AJ selain pembuat bom adalah penyusun persiapan serangan.
Temuan polisi di Condet dan Bekasi sejalan dengan apa yang dikemukakan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla.
Menurut mantan Wakil Presiden yang saat ini menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) dan juru damai di banyak tempat termasuk dengan Taliban di Afganistan ini mencurigai adanya rencana aksi teror serentak secara nasional.
Kecurigaan itu didasarkan pada temuan bom saat penangkapan terduga teroris di beberapa tempat di Indonesia.
Temuan polisi di Condet dan Bekasi sekali lagi menguatkan kecurigaan Jusuf Kalla ini.
Bom bunuh diri sudah ada di depan gebang.
Salam curiga dan waspada,
Download aplikasi Kompas.com dengan klik banner di bawah ini untuk mendapatkan update berita terbaru di ponsel Anda. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.