HAI, apa kabarmu?
Semoga kabarmu baik bersamaan dengan sejumlah aktivitas yang mulai bisa kita lakukan meskipun pandemi belum berakhir.
Kemampuan kita bersama mengendalikan penyebaran Covid-19 di Indonesia memungkinkan sebagian besar larangan yang diberlakukan sejak 14 Maret 2020, kini dilonggarkan.
Sekolah, ibadah, dan bekerja mulai bisa dilakukan secara langsung tidak daring atau dari dan di rumah saja.
Mengembirakan tentunya mendapati kemampaun kita mengatasi pandemi sejauh ini.
Saya menulis kolom ini sedang dalam masa karantina lima hari setelah sebelumnya melakukan perjalanan dan berkegiatan di Vatikan dan Roma, Italia.
Ini adalah karantina hari keempat saya. Hari keempat karantina adalah saat tes PCR kedua. Tes PCR pertama dengan hasil negatif dilakukan saat kedatangan di Bandar Internasional Soekarno-Hatta. Suasana audiensi umum dengan Paus Fransiskus di Vatikan, Rabu (27/10/2021).()
Tidak seorang pun diperbolehkan meninggalkan bandara jika belum mengantongi hasil tes PCR. Ajaib, hasil tes PCR di bandara bisa didapat dalam waktu kurang dari dua jam saja.
Ini rekor tercepat hasil tes PCR saya. Rata-rata hasil beberapa kali tes PCR saya dapat di rentang waktu 7-8 jam. Juga ketika bayar sekitar Rp 1 juta untuk satu tes PCR.
Jika tes PCR kedua di akhir masa karantina negatif hasilnya, saya bisa bebas karantina di hari kelima.
Menyenangkan pastinya bebas karantina. Seenak-enaknya karantina, di hotel berbintang sekali pun, ada dalam posisi terkurung tidak bisa dan tidak boleh ke mana-mana selain di alam kamar adalah penderitaan juga.
Lima hari rasanya cukup jika nyatanya hasil PCR kedua negatif. Rindu akan kebebasan yang lima hari direnggut karantina sudah meletup-letup rasanya.
Perjalanan dan kegiatan di Vatikan dan Roma, Italia saya lakukan dalam perasaan was-was pada awalnya karena situasi pandemi. Ini perjalanan pertama menggunakan pesawat udara sejak pandemi 2020.
Perasaan was-was itu diperparah saat melihat persyaratan lebih ketat dibandingkan perjalanan ke Eropa atau ke luar negeri sebelumnya. Perjalanan saya ke luar negeri terakhir adalah ke Tokyo, Jepang, 23 Oktober 2019.
Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, pandemi menyaratkan beberapa hal sebagai tambahan selain persyaratan untuk mendapat visa. Menu sarapan karantina hari ke-4 di salah satu hotel di Tangerang, Banten.()
Untuk diketahui, visa untuk wisatawan ke Italia belum dibuka. Mereka yang mendapatkan visa Italia adalah yang benar-benar dianggap punya kepentingan dan karenanya seleksinya tidak mudah juga.
Ada tambahan syarat karena pandemi antara lain mengisi formulir kedatangan sebagai penumpang pesawat secara daring, memegang asuransi kesehatan yang mencakup Covid-19, menyertakan hasil tes negatif PCR tidak lebih dari 48 jam, dan menyertakan sertifikat vaksin.
Semula ada kekhawatiran soal jenis vaksin tertentu yang diterima di Eropa. Kekhawatiran itu muncul karena jenis vaksin yang dua kali saya terima adalah Sinovac.
Namun, ketika visa keluar sehari sebelum keberangkatan, kekhawatiran soal jenis vaksin hilang. Sinovac diterima di Eropa.
Lega dan tentu saja gembira karena puluhan juta warga Indonesia yang menerima vaksin Sinovac tidak perlu khawatir jika hendak ke Eropa karena vaksin yang telah diterima.
Tidak ada diskriminasi soal vaksin di Eropa. Italia setidaknya. Saya membuktikannya lewat terbitnya visa.
Dengarkan percakapan Wisnu Nugroho dengan tokoh-tokoh yang menggulati hidup dengan gigih dan pengalaman berkesadaran yang menggugah hati
Download aplikasi Kompas.com dengan klik banner di bawah ini untuk mendapatkan update berita terbaru di ponsel Anda. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.