HAI, apa kabarmu?
Semoga selalu sehat baik pikiran, jiwa, dan raga setelah kita mendapat kabar gembira dari tim Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.
Kabar gembira itu dipersembahkan ganda putri Indonesia Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan Anthony Sinisuka Ginting di ujung laga mereka.
Perjuangan terbaik ditunjukkan dengan kemenangan masing-masing dengan medali dipastikan diperoleh. Emas untuk ganda putri dan perunggu untuk tunggal putra.
Meledak kegembiraan kita sepanjang Senin (2/8/2021) untuk akhir yang manis ini.
Setelah sebulan penuh hari-hari kita dipenuhi kabar duka cita, Agustus diawali dengan kabar suka cita, meskipun PPKM diperpanjang seminggu di hari yang sama. Emas dan perunggu di olimpiade
Buat kalian yang terlewatkan pertandingan yang menegangkan dan berakhir kemenangan, Greysia/Apriyani menumbangkan pasangan China, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan di laga final Olimpiade Tokyo 2020, Senin (2/8/2021) siang.
Greysia (33) dan Apriyani (23) menang dua gim langsung dengan skor 21-19 dan 21-15.
Pasangan senior dan junior ini meraih emas dari cabang bulutangkis dari nomor yang tidak pernah kita menangkan dalam sejarah Olimpiade yaitu ganda putri.
Sejarah mencatat ledakan kegembiraan Greysia dan Apriyani yang menular ke kita semua.
Para politisi semua jurusan, golongan dan ideologi yang bisa hidup di situasi apa pun, tidak ketinggalan ikut bergembira.
Karena gembiranya dan ingin hidup di situasi apa pun, mereka lupa bahwa yang bertanding dan memenangkan laga bukan mereka.
Foto para politisi ini tampil luar biasa, mengaburkan para pemain peraih medali.
Jujur saja, kita ada dalam euforia ini juga. Meskipun, kita tidak lantas meminta tim publikasi membuat dan menyebar foto-foto di semua saluran media sosial kita seperti para politisi.
Mungkin belum datang saja kesempatannya, atau level menyebalkan kita berbeda.
Tentu saja, ini tambahan hiburan yang mengembirakan buat kita semua sebelum hiburan susulan hadir lewat Anthony Ginting (24) dengan medali perunggunya.
Perjuangan Ginting menjadi penutup kiprah tim badminton Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020. Pebulu tangkis ganda Putri Indonesia Greysia Pollii (kiri) dan Apriyani Rahayu berpelukan setelah mereka berhasil meraih untuk nomor bulutangkis ganda putri Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Senin (2/8/2021). Greysia Pollii/Apriyani Rahayu berhasil meraih medal emasi setelah mengalahkan Chen/Jia Yi Fan dua set langsung dengan skor 21-19 dan 21-15.(ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN) Ginting meraih perunggu usai mengalahkan wakil Guatemala, Kevin Cordon, pada pertandingan di Musashino Forest Sport Plaza, Senin (2/8/2021) malam.
Ginting memetik kemenangan dua gim langsung dengan skor 21-11 dan 21-13 dalam waktu 38 menit.
Untuk tim badminton, Indonesia menurunkan tujuh wakil ke Olimpiade Tokyo 2020.
Kelima wakil lainnya adalah Jonatan Christie, Gregoria Mariska Tunjung, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.
Kepada mereka semua, kita utang rasa. Rasa yang membuat akhirnya bergembira sejenak dan sangat bermaka setelah sebulan penuh kita dicekap rasa duka.
Rasa itu mengingatkan bahwa ada harapan yang bisa diandalkan ketika kita gigih berupaya.
Dari kegigihan Greysia dan Apriyani, harapan itu nyata. Keduanya mampu mengatasi psywar dan tekanan mental dari lawan.
Beberapa kali teriakan keras Chen Qing Chen tidak membuat Greysia/Apriyani gentar dan buyar fokusnya di gim pertama.
Keduanya fokus bermain dengan irama sendiri. Keduanya kompak dan bisa berkomunikasi meski tanpa banyak bicara.
Juga saat Greysia keluar lapangan untuk mengganti raketnya dan masuk kembali untuk merebut poin yang diperjuangkan.
Usai pertandingan, Apriyani masih tidak percaya meraih medail emas. Dia tak pernah berpikir perjuangannya bisa sampai sejauh ini.
Sejak awal, Apriyani dan Greysia hanya memikirkan bagaimana melewati laga demi laga, poin demi poin.
Tantangan di depan mata dihadapi, ditaklukkan, dan kali ini, di ujung panjang penantian, saat kok keluar lapangan dan diragukan lawan, hasilnya menggembirakan.
Soal penantian, seminggu yang telah lewat kita juga dibuat berdebar-debar. Di ujung waktu yang dijanjikan, penantian itu tidak membawa kegembiraan. Harapan kita dikecewakan.
Kekecewaan itu menyeruak dari Palembang, Sumatera Selatan dan berpusat di Markas Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Tokoh utamanya Akidi Tio, keluarga, dan dokter keluarganya. Pembuncah harapan publik itu adalah Kepala Polda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri.
Mendapat komitmen sumbangan Rp 2 triliun dari Akidi Tio dan keluarganya, Eko menggelar jumpa pers di Markas Polda Sumsel, Senin (26/7/2021).
Simbolisasi sumbangan dinyatakan dalam lembar stereofoam bertuliskan nominal sumbangan dan pemberi sumbangan. Berfoto bersama selain Eko adalah putri bungsu Akidi Tio, Heriyanti.
Indonesia gempar untuk komitmen yang belum ada realisasinya. Glorifikasi dilakukan juga oleh media tanpa sadar bahwa sumbangan belum direalisasikan.
Janji pencairan sumbangan Rp 2 triliun pada 28 Juli 2021 meleset. Janji direvisi lagi dan dinyatakan akan cair, Senin 2 Agustus 2021.
Sampai tanggal yang ditetapkan, janji tidak terealiasi. Bilyet giro tidak cair dan Heriyanti digelandang dari kantor sebuah bank ke Markas Polda Sumsel untuk diperiksa dan dimintai keterangan.
Sebelumnya, Direktur Intelkam Polda Sumsel Kombes Ratno Kuncuro mengatakan Heriyanti ditetapkan sebagai tersangka. Ratno menyebut, Heriyanti dikenakan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran berita bohong.
Keterangan Ratno kemudian dikoreksi oleh Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Kombes Supriadi. Dua polisi berpangkat sama dari markas yang sama tidak satu suara.
Untuk tidak satu suaranya polisi, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel Kombes Hisar Sialkagan bicara.
Hisar menyebut, usai diperiksa selama delapan jam, Heriyanti berstatus wajib lapor dengan janji pencairan sumbangan Rp 2 triliun diperbarui pada 4 Agustus 2021.
Kepala Polda Sumsel yang menjadi awal mulai kegemparan ini tidak tampil ke muka. Kontak yang biasanya mudah dilakukan wartawan kepada Kepala Polda tidak berbalas juga.
Saat jumpa pers, Eko menyatakan sudah sangat lama mengenal Akidi Tio. Orangtua Eko juga diklaim mengenal Akidi Tio. Saat jumpa pers, Eko menyebut dirinya sebagai makelar kebaikan.
Tentu saja, kita berharap kegemparan ini berakhir manis dengan cairnya bantuan Rp 2 triliun. Namun, sampai dua tenggat waktu yang dijanjikannya, realiasi itu tidak ada jejaknya dan kemudian muncul janji ketiga.
Ketiadaan jejak itu serupa dengan sosok Akidi Tio dan keluarganya. Meskipun dipuja-puja karena sumbangan yang belum diberikannya, upaya wartawan menemukan jejak Akidi Tio dan keluarganya sia-sia.
Akidi Tio dikatakan lahir di Langsa, Aceh. Di Langsa, Aceh Akidi disebut sebagai pengusaha yang memiliki pabrik limun hingga tahun 1976 lalu pindah ke Palembang.
Saat dilacak dari warga dan komunitas yang ada lebih lama ada di Langsa yaitu Yayasan Hakka Aceh, jejak Akidi Tio tidak ditemukan.
Juga untuk ketujuh anaknya yang dikatakan tinggal di Jakarta kecuali anak bungsunya, Heriyanti. Jejak ketujuhnya sebagai pengusaha konstruksi, kontainer, dan kelapa sawit tidak terlacak.
Keragu-raguan mengemuka. Namun, glorifikasi dengan dalil-dalil ajaran agama untuk kedermawanan yang dijanjikan seperti menutupinya.
Hardi Darmawan, dokter keluarga selama 48 tahun yang menghubungkan keluarga Akidi Tio ke Kepala Polda Sumsel menyebut Akidi Tio sangat sederhana dan tidak suka publikasi.
Hardi menyebut, meskipun kerap menyumbang, Akidi Tio dan keluarganya tidak suka bikin pernyataan.
Makin mulia gambaran sosok yang diibaratkan memberi dengan tangan kanan tetapi tangan kiri tidak tahu. Pemuka-pemuka agama ditempilkan.
Namun, satu per satu gambaran itu rontok karena janji tidak terealisasi di dua ujung waktu yang dijanjikan.
Pembentukan tim untuk mendaftar kebutuhan yang perlu biaya dari uang sumbangan tampak sia-sia. Padahal, semua orang di Sumsel sudah rebutan siapa yang perlu dibantu pertama-tama.
Media yang semula menglorifikasi dan memberi beragam makna mulia atas janji Akidi Tio dan keluarga yang tidak terbukti nyata lantas kecewa.
Berbeda dengan Olimpiade Tokyo 2020 yang ada medalinya, perburuan sumbangan Rp 2 trilun di Markas Polda Sumsel dengan banyak pemain ternyata tidak ada uangnya.
Setidaknya sampai dua kali waktu yang dijanjikan sumbangan akan dicairkan, polisi sebagai pemain utama dibuat kecewa. Janji ketiga dikemukakan.
Saat kekecewaan itu hadir, ada atau tidak adanya dana di tabungan yang akan disumbangkan juga tidak dikemukakan. Heriyanti lalu diamankan.
Sebagai yang tidak ingin dikecewakan, kita tentu berharap sumbangan itu dapat dicairkan.
Namun, melihat gelagatnya, harapan lebih baik diletakkan di tempat lain. Kalau ternyata harapan ini mewujud seperti waktu yang dijanjikan, anggap bonus saja.
Kita kembali ke kegembiraan kita karena badminton dan medali yang dipersembahkan dari olimpiade ke olimpiade termasuk di Olimpiade Tokyo 2020.
Di akhir perjuangan gigih Greysia/Apiyani dan Anthony Ginting, kita meraih medali. Tapi, hidup kerap tidak semanis ini.
Salam gigih,
Download aplikasi Kompas.com dengan klik banner di bawah ini untuk mendapatkan update berita terbaru di ponsel Anda. |
--
Click Here to unsubscribe from this newsletter.